Kamis, 01 November 2018



Materi yang telah disampaikan oleh pak aniq pada tanggal 30 Oktober 2018 sebagai berikut :
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan ada 3 sebagai berikut :
1. Penataan Bahasa Jawa (tetep, Teteg, Antep, Mantep)
Yang artinya Mempunyai ketetapan, tidak tergoyahkan, berisi dengan berilmu pengetahuan, hingga yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa apa yang dilakukannya adalah benar dan baik. Dalam bahasa pendidikannya yaitu keteguhan berfikir yang disebut dengan ketetapan berfikir (pikiran) itu perasaan dari akal alat untuk memeras alat sari-sari tergantungobjek indepres pikiran ini adalah pikiranmu. Mengelola pikiran dibagi menjadi sudut pandang, sisi pandang, revolusi pandang, gaya pandang. Yang dimaksud pandang itu adalah akal yang didalam hati. Lihat surat Al-Razi pemikiran yang memperdepankan proses akal.
a.  Tetep, artinya mempunyai ketetapan pendapat dan pikir, kalau sesuatu itu telah diyakininya. Tidak mudah termakan isyu, tidak mudah diombang-ambingkan. Sikap tegas, apa yang dikatakan yang diyakini itu benar, tetap dilaksanakan. Pikiran yang telah diyakini kebenarannya, itu harus dilaksanakan dalam satuan tugasnya, dengan sikap cinta kasih penuh kelembutan dan pengertian, Masyarakat pasti menurutinya dengan hati yag senang, malahan mereka tidak merasa diperintah atau dipengaruhi, namun malahan membantu dalam mendukung dengan setulus dan sepenuh hati. Dalam bahasa jawa kata beliau adalah "Menang tanpa ngasorake".
b.  Teteg, artinya tidak tergoyahkan oleh godaan atau rayuan apapun. Godaan dan rayuan yang sering menjatuhkan karir seseorang adalah harta, wanita dan kedudukan. Terlalu ambisi terhadap harta, dapat menimbulkan bebagai tindakan negatif, dapat melakukan korupsi, penyalah gunaan anggaran dsb.
c.  Antep, artinya, berisi, berilmu, berpengetahuan. Setiap kesempatan pemimpin harus belajar apa saja, untuk bekal pergaulan dna keberhasilan kepemimipinan. Beliau mengatakan, sebenarnya orang yang bijak sana itu ialah oran gyang banyak membaca. Kiranya ini benar dan dicamkan oleh generasi muda, karena memang ilmu itu didapatkan dari buku-buku. Ilmu apa saja dibaca kalau ingin pandai. Dalam hal ini Ki Hajar Dewantara mengatakan dalam bahasa jawa "Digdoyo tanpo aji", artinya orang itu sakti mandraguna tetapi tidak dengan jampi-jampi atau jimat-jimat. tetapi sakti karena ilmu pengetahuan.
d.  Mantep, artinya yakni dengan seyakin-yakinnya bahwa apa yang dilakukannya adalah benar dan baik. Dalam penugasan dimanapun ditugaskan harus mantep, siap dan berangkat.
Akal merupakan substansi sangat penting yang terdapat dalam diri manusia sebagai cahaya (nur) dalam hati. Cahaya ini, menurut Al-Razi, bersumber langsung dari Allah, sebagai utusan untuk menyadarkan manusia dari kebodohannya.
Al-Razi dikenal sebagai rasionalis murni. Akal menurutnya adalah karunia Allah yang terbesar untuk manusia. Dengan akal, manusia bias memperoleh manfaat sebanyak-banyaknya, bahkan dapat memperoleh pengetahuan tentang Allah. Oleh sebab itu, manusia tidak boleh menyia-nyiakan dan mengekangnya, tetapi harus memberikan kebebasan padanya. Kendatipun demikian, Al-Razi tidak berati seorang atheis, karena beliau masih menyakini adanya Allah.

2. Ngandel, Kendel, Kandel, Bandel
Yang artinya percaya, tegas, penuh ilmu hingga matang jiwanya, serta percaya diri, tidak mudah takut, tabah menghadapi rintangan apapun. Harus dengan keteguhan pikiran kualitas antep berbobot kapanpun diesiskusi tetep mantep, pikiran tetap istiqomah (bagus).
Semboyan tersebut sudah banyak dikupas, dan kali ini penulis ingin membahas salah satu “Sendi Kehidupan” yang menurut KI Hajar Dewantara perlu ditanamkan di setiap jiwa insan Indonesia yaitu Ngandel, Kendel, dan Bandel.
Ngandel mengandung makna percaya dan patuh, atau dengan kata lain patuh yang didasari oleh rasa percaya.   Percaya dan patuh adalah dua entitas yang berbeda; bisa saja seseorang percaya terhadap sesuatu akan tetapi tidak mematuhinya atau sebaliknya patuh untuk melaksanakan sesuatu akan tetapi sebenarnya ia tidak percaya.  Kata ngandel adalah perpaduan antara makna dua kata tersebut.
Kendel dalam bahasa jawa artinya berani.  Keberanian yang dimaksudkan adalah tindakan yang berdasarkan atas kepercayaan dan kepatuhan seperti yang telah diuraikan di atas, bukan asal berani.  Orang-orang yang kreatif dan inovatif memiliki keberanian untuk menghadapi resiko akan akibat perbuatannya, proaktif dan memiliki motivasi yang tinggi untuk sukses.  Inilah yang sering kita sebut sebagai jiwa kewirausahaan.  Wirausaha tidak harus selalu berhubungan dengan dunia bisnis, akan tetapi jiwa kewirausahaan bisa dimiliki oleh profesi apapun.
Kata bandel sering dikonotasikan terhadap hal-hal yang negatif seperti predikat yang diberikan kepada anak yang tidak penurut, sering melanggar aturan dan norma.  Akan tetapi kata bandel sebenarnya mengandung makna yang positif yaitu tangguh.  Seseorang yang bandel memiliki prinsip yang kuat dan pendirian yang kokoh dalam hidupnya. 
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendahulu kita, Ki Hajar Dewantara, telah mengajarkan kepada bangsanya tentang sendi kehidupan yaitu: Berilmu pengetahuan dengan ngandel tehadap teori, regulasi, filosofi dan religi, memiliki keterampilan yang didasari oleh jiwa kewirausahaan, kendel berinovasi dan berkreasi, serta bandel terhadap pengaruh perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari norma. 

3. Neng-Ning-Nung-Nang (Meneng, wening, hanung, menang)
            Dalam berbicara orang diniscayakan tetap berpikiran jernih, hingga dapat mencetuskan ide-ide unggul dan berakhir dengan kemenangan. Yang dimaksud ini adalah percaya akan memberikan pendirian yang teguh, maka tidak rapuh mental.
            34N KHD adalah salah satu warisan Ki Hadjar Dewantara mengenai sikap dan perilaku manusia Indonesia dalam menghadapi masalah, negoisasi, atau konflik yang tidak lepas dari konsep besar pemikiran perjuangan beliau untuk membebaskan bangsa ini dari penjajahan melalui Pendidikan dan Kebudayaan.
4N adalah Neng kependekan dari Meneng (“e” dibaca “e” dalam bahasa Jawa, seperti dalam bahasa Indonesia pada kata merasa, menjadi, Inem) yang berarti Diam dan Tenang dengan perhatian untuk mendengar secara aktif; Ning kependekan dari Wening (“e” dibaca seperti pada Meneng) yang berarti Jernih di hati dan pikiran; Nung kependekan dari Hanung yang berarti Kebesaran Hati dan Jiwa; dan Nang kependekan dari Menang yang berati kemenangan baik secara batiniah maupun lahiriah.